Report Abuse

Growing Umma

Review Buku Homeschooling Berjudul Catatan Kisah Homeshooling

Review Buku Homeschooling

Di masa pandemi ini, banyak orang tua yang kewalahan dengan sekolah daring. Oleh karena itu, kali ini aku mau membuat review buku homeschooling yang mudah-mudahan bisa menjadi referensi Umma-umma dalam membersamai kegiatan daring anak di rumah.

"Bahagia dan merdeka adalah dua komponen yang penting saat anak menuntut ilmu, membuat homeschooling menjadi hal yang istimewa. Visi dan misi keluarga bisa berjalan dengan penuh kompromi." ~ Lantana Ungu~

 Homescooling bukan memindahkan sekolah ke rumah, begitulah slogan yang sering diucapkan oleh para homeschooler. Membuat orang tua yang tertarik dengan sistem pendidikan ini mengerutkan dahi. Lalu bagaimana cara anak kami belajar nanti? Benarkah akan lebih baik dengan sistem belajar ini?

Dalam buku ini tersaji berbagai macam kisah, masing-masing kisah sangat bervariasi, terkadang antara satu sama lain sangat bertolak belakang, karena visi dan misi masing-masing keluarga tidaklah sama. Sangat kontras, yang terpenting adalah anak merasa bahagia dan merdeka dalam menuntut ilmu. Ayah dan Bunda bisa adopsi sesuaikan dengana usia ananda.

Homeschooling tidaklah sulit hanya saja diperlukan niat yang kuat, dan juga konsistensi tinggi. Mendidik anak adalah proses pengasuhan yang kelak akan Allah pertanyakan kesungguhannya. Menyadari hal itu, Ayah dan Bunda pelaku homeschooling bahu membahu dalam mencari ilmu, dan menebarkan ilmu.  ~Lantana Ungu~

Belajar dari Review Buku Homeschooling Tentang Kurikulum

Buku ini berisi tentang 33 catatan kisah para pelaku homeschooling. Dibuka dengan sebuah narasi sepuluh halaman berjudul Fondasi Peradaban karya RAI Adiatmadja.

1. Fondasi Peradaban, Memberi Pemahaman Peranan Akidah. 

Sesuai dengan arti fondasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat di bawah permukaan tanah tempat bangunan itu didirikan; fundamen. Sedangkan peradaban memiliki arti kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin atau hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa.

Bak disadarkan kembali, Teh Rizka mengatakan bahwa kehidupan kita sebagai umat Islam, tak bisa lepas dari peradaban Islam yang pernah berjaya selama tiga belas abad. Ada andil yang besar dalam mewujudkan aplikasi penerapan ilmu dalam kehidupan. Teteh Rizkapanggilan akrab penulis dengan nama pena Rai Adiatmadjaberhasil membuka kisah ini secara menarik.

Bagaimana umat Islam telah disilaukan oleh pandangan takjub terhadap dunia Barat, seyogianya saat ini seluruh kemajuan bersandar pada fondasi sekulerismepaham yang meniadakan agama dari kehidupan.

Berimbas pada rusaknya moral nyaris di seluruh negara terjadi, sekalipun atas nama generasi terdidik, tetapi kerusakan menjadi wajah lain dari gemilangnya mereka, penyalahgunaan obat-obat terlarang, kecanduan miras yang mengantarkan generasi merasa memiliki kelas padahal melanggar rambu kehidupan dengan bablas, perisakan (bullying), yang semakin menjadi-jadi, tindakan kriminal, seks bebas, aborsi, hingga bunuh diri.

Sungguh sangat miris. Apa yang bisa kita lakukan agar buah hati terhindar dari rusaknya zaman yang menjadi pemandangan hari ini?

Pertanyaan pematik yang Teh Rizka ajukan untuk bisa menyelami buku ini dengan lebih nikmat. Ia menjelaskan makna homeschooling dan juga unschooling. Menjadi jawaban mengenai blurb di atas, bahwasannya bukan memindahkan sekolah ke rumah. Karakter dasar homeschooling adalah cuztomized education yakni pendidikan atau pola belajar disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak.
"Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu. Orang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari juz 1, hal. 215)

Buku ini lahir melalui proses yang panjang. Setelah membuka kuliah WhatsApp gratis mengenai homeschooling, dan pengumpulan kontributor yang tentunya para praktisi homeschooling. 

Isi buku ini, sejalan dengan kajian pekan lalu dari Growing Umma Tentang Pentingnya Belajar Tauhid Sebagai Jalan KeselamatanNah pekan ini Growing Umma mengadakan kajian tentang perasaan anak.

Review buku parenting

2. Belajar di Rumah Tanpa Kurikulum

Mencoba menjawab pertanyaan mengenai kurikulum. Ada 33 jawaban, begitu beragam. Bahkan ada beberapa yang memilih untuk tanpa kurikulum atau unschooling. Mereka mendidik anak-anak tanpa menyeragamkan pendidikan dengan kurikulum pemerintah. Berdasarkan bakat dan minat.

Seperti tulisan dari Bunda Anisa Nurul Jannah yang berjudul Rumah Alraishy. Ia pun kembali menegaskan bahwa pola belajar sistem homeschooling ini ada beberapa pilihan, ia memilih pendidikan tidak terstrukur, tanpa kurikulum untuk ketiga buah hatinya. 

Ia juga memberikan pemahaman mengenai ketentuan pendidikan informal dalam undang-undang, serta legalitas homeschooling.

Di Indonesia, mindset tentang belajar itu di sekolah sudah sangat melekat erat, sehingga jika ada yang tidak bersekolah, itu artinya tidak terdidik. Padahal pengertian pendidikan dan bagaimana menjalankannya adalah luas. (Hal. 75) 

3. Kurikulum Berorientasi Lillah

Kisah selanjutnya berjudul Tarbiah Lillah, yang ditulis oleh Ummi Kurniasari Mulia, penggagas "Gerakan Ibu Mengajar", konsultan pernikahan dan pendidikan, pengelola Lembaga Peduli Pendidikan Anak (LPPA), rumah tahfidz mukim As-Salim di desa Andansari, Medan Maleran, Medan, Sumatera Utara sejak tahun 2007.

Mengisahkan tentang bagaimana Ummi Mulia, merangkum dengan apik penolakan buah hatinya ketika hari pertama TK, memilih untuk bersekolah dengan umminya. Proses pendidikan dimulai dari memilih pasangan, kemudian mematangkan visi dan misi.

Di buka dengan kisah Imam dan saudara-saudaranya memenangkan kompetisi pembuatan film. Saat Abu Imam menjadi pengisi kajian maka Ummi berserta tiga anaknya menjadi ajudan yang siap mengikuti ke manapun tujuan dakwah. Sebagai bentuk kaderisasi dakwah semenjak dini. 

Bagiku yang paling penting justru pertanyaan seperti yang ditanyakan Ya'kub Alaihi Salamma ta'budu na mimba'dibisa dijawab anak-anakku dengan tepat sehingga husnul khatimah bisa kami gapai. Aku ingin kami melewati jalan yang sama seperti yang telah dilewati orang-orang terdahulu. Memang jalan itu mendaki lagi sukar tetapi haqqul yakin, itu jalan ke janah. Tarbiyah ini harus berorientasi Lillah, agar janah itu nyata di pelupuk mata. (Hal. 108) 

4. Bongkar Pasang Kurikulum Hingga Klik

Belajar ala Rumah Kami menjadi judul naskah karya Bunda Nendah Rismaita. Pengalaman deschooling buah hati saat berada di kelas empat menjadi pembelajaran tersendiri bagi pembaca.

Bunda Nendah mengulas tentang bongkar pasang metode dari school at home hingga unschooling. Mencoba beberapa metode dari blog-blog terkenal hingga terjadi tsunami informasi. Pada akhirnya konsep sekolah alam banyak mempengaruhi praktik homeschooling-nya.

Aktivitas rutin hasil dari perombakan konsep pendidikan (mendidik anak menjadi ahlul Al-Qur'an, saleh muslih, dan menjadi pengusaha muslim) di antaranya adalah: 

  1. Al-Qur'an time
  2. Taklim Pagi
  3. Bengkel Literasi
  4. Life Skill
  5. Kelas Bisnis
  6. Jumat berbagi
Disertai dengan kisah seru Ayyash dan adiknya. Tentu ada beberapa kegiatan tidak rutin yang tak luput dari aktivitas mereka. Bunda Nendah menyampaikan bahwa tantangan terberatnya adalah menjadi teladan bagi anak-anak. Ia mengibaratkan siaran langsung yang berdurasi 24 jam.

Membumikan adab  dan kebiasaan ibadah maka kamilah yang harus memulainya terlebih dahulu. Kami pun sebagai orang tua terus belajar lebih baik untuk menata pancaran diri yang akan tertangkap dalam cermin pandang dan ingatan anak-anak. (Hal. 184) 

5. Belajar Asyik Sesuai Bakat dan Minat

Kisah Nuna dan Queen dengan sentuhan praktisi Talent Mapping (TM) menjadi jawaban, berhasil atau tidak pendidikan sistem ini. Happy Unschooling, judul yang dipilih untuk mewakili isi cerita.
Bunda QZ atau Waode Lis Eviyanti Ningsih, memberi gambaran antisipasi terhadap salah jurusan. Berbagai istilah TM bertebaran di sini. 
"Malas schooling ini mah Bun?!" Celetukan dari sang ayah membuatku agak tersenyum. Gaya belajar yang sangat kontras dengan di sekolah disuguhkan dalam kisah ini. 
Nuna menggunakan tallent mapping sedangkan Queen menggunakan pandu 45. Fokus pada warna merah dan kuning, tinggalkan warna abu dan putih.
Binar bahagia tampak terlihat pada keduanya. Nuna sudah berusia lima  belas tahun, ia mulai keluar dari zona nyaman, membuat mini proyek yang membutuhkan tempat magang yang related dan bertemu dengan maestro.

6. Buah Hati Ikut Menentukan Program Belajar

Ada yang spesial di buku ini, bisa menjadi saksi perjalanan homeschooling seorang bunda dengan lima orang anaknya. Salah satu putrinya ikut menjadi kontributor dalam buku ini. Nama penanya adalah Yumna Fathul Aqsha, putri pertama dari Bunda Shisca Elliza.

Karya Kak Yumna berjudul Homeschooling Siapa Takut? Dari judulnya mengesankan bahwa penulis merasa nyaman dengan pola belajar ini. 

Benar adanya, Kak Yumna merasa enjoy, sebab orang tuanya akan melibatkan ia dalam menentukan program belajar yang akan dijalankan. Ada rona bahagia saat keinginan Kak Yumna untuk magang mengajar di usianya yang baru tiga belas tahun diizinkan pengelola TK.

Ada stimulasi kreatifitas yang seru di Craft: 5 Keterampilan Untuk Anak. Bisa Umma jadikan sebagai sarana belajar dan bermain bersama anak. Bisa dipraktikkan untuk anak mulai dari usia pra-sekolah. 

Kak Yumna bercerita tentang pengalamannya menjadi guru,  caranya berinteraksi dengan murid-murid, serta kedekatan emosional dengan salah satu murid yang diajarnya. Kecil-kecil sudah menjadi guru juga penulis ya Kak Yumna.

Tidak ada yang perlu takut dengan kata homeschooling karena kita bisa belajar kapan saja dan di mana saja. Jangan pandang usia ketika belajar. Sebab seorang Umar pun tak sungkan memperoleh masukan dari anak kecil dan wanita sekalipun. (Hal. 241)

Sebetulnya semua kisah dalam buku ini menarik untuk diulas, tetapi tidak semua bisa ditulis. Perjuangan homeschooler di luar daerah yang patut diacungi jempol, bisa menjadi bukti bahwa belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.

Beberapa referensi ulasan mengenai macam-macam kecerdasan yang dimiliki anak, juga menambah komplit sajian isinya. Referensi kurikulum adab, tauhid, stimulasi motorik sensorik, pendidikan jelang balig, disesuaikan dengan range usia anak menjadi topik utama di sini.

Dalam buku ini juga berisi sekilas curhatan kaum ibu,  yang merasakan beberapa cibiran atas keputusan tidak menyekolahkan buah hati di sekolah formal. 

Seringkali kita bertemu dengan mahasiswa yang ternyata salah jurusan menurut survey ada sebanyak 87℅. Sebab pendidikan di sekolah dirancang untuk seluruh siswa, tidak memandang bakat, dan minat.

Sehingga pada akhirnya baik orang tua maupun siswa tak mampu mengenali bakat yang seharusnya menjadi patokan dalam menentukan jurusan.

Hadirnya buku ini bisa sebagai acuan bagi peminat homeschooling untuk memulai. Menghadirkan pemahaman baru, bahwa kurikulum bukanlah hal yang harus ditakutkan. Juga sebagai salah satu referensi untuk mengamati, meniru, dan memodifikasi.

Datangnya pandemi Covid-19 membuat kita semua mencoba memahami bagaimana para homeschooler membagi waktu antara aktivitas domestik, mendidik, dan menyempatkan diri untuk me time.

Umma di sini adakah yang sedang membutuhkan buku referensi homeschooling dengan manisnya story telling yang ringan, tetapi penuh daging?

Buku ini layak dimasukkan dalam jajaran buku parenting terbaik. Buku setebal 279 halaman ini dibanderol dengan harga IDR 85.000,- saja. Demikian review buku homeschooling. Semoga bermanfaat bagi Umma sekalian. Sampai ketemu lagi di resensi buku selanjutnya .... 

Sukma (lantanaungu.com)
Lantana Ungu adalah seorang Ibu dengan dua orang putri, menyukai dunia literasi dan berkebun. Memiliki 11 karya antologi dan sedang ikut serta dalam beberapa proyek buku antologi. Sangat tertarik dengan dunia parenting, terutama parenting Islami. Email Kerja Sama: sukmameganingrum@gmail.com

Related Posts

Post a Comment