Sebagai orang tua, seringkali kita banyak menaruh harapan pada anak-anak kita. Kita memiliki keinginan untuk bisa melakukan yang terbaik semampu kita agar berhasil mendidik mereka menjadi versi terbaiknya. Terkadang kita banyak mengarahkan mereka agar begini begitu, hingga lupa menjaga perasaan anak.
Segala cara dilakukan sebagai usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Didukung dengan ilmu parenting yang kini banyak berseliweran di mana-mana, membuat para orang tua mudah mengakses dan mencoba menerapkannya kepada anak-anak.
Mulai dari fase menyusui, berlanjut ke MPASI, bagaimana tumbuh kembang anak sesuai usianya, menyapih, toilet trainingnya, sosialisasinya dengan anak lain, cara anak bersikap, semua orang tua pelajari. Kemudian cara menumbuhkan minat bakatnya, membuat aktivitas-aktivitas yang mengarahkan anak-anak pada passionnya, sampai mengikutsertakan mereka ke lembaga formal, semua dilakukan demi membentuk anak-anak yang sesuai dengan harapan.
Umma, adakah yang seperti itu? Kalau ya, mari berpelukan virtual, karena akupun merasakan. Aku ingin menyediakan makanan terbaik untuk anakku dan ingin ia makan dengan teratur. Aku berusaha agar ia bisa lulus toilet training. Aku selalu ingin semua aktivitas sehari-hari di rumah berjalan sesuai agenda rutin.
Aku menerapkan ilmu-ilmu parenting yang aku pelajari dalam membesarkan anak, namun aku sering lupa satu hal. Sampai suatu hari aku diingatkan lewat salah satu agend mingguan di Growing Umma, kajian bersama Ummu Sholahuddin, salah satu expertise Growing Umma. Tema kajian tersebut adalah “Orang Tua yang Menjaga Perasaan Anak”.
Ya, seringkali orang tua menjaga sekuat tenaga agar tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya, berusaha menjaga mereka dari kekurangan, dan ingin menjaga mereka dari kebodohan. Namun lupa menjaga perasaan mereka.
Membaca temanya saja sudah cukup menyentil, isi kajiannya sudah pasti berhasil membuat para umma member Growing Umma merasa tertampar. Kenapa harus menjaga perasaan anak? Bagaimana cara mendidik dengan tetap menjaga perasaan mereka?
Kenapa Harus Menjaga Perasaan Anak?
Seorang anak yang perasaannya terjaga akan tumbuh dengan kepribadian baik, menjadi orang yang lebih peka, dan lebih matang dalam berpikir dan bersikap. Namun menjaga perasaan anak juga harus pas porsinya. Jika berlebihan dalam menjaga perasaan anak, maka anak berpotensi menjadi orang yang manja. Sementara jika kurang menjaganya, memungkinkan anak menjadi orang yang keras.
Bagaimana Cara Orang Tua Menjaga Perasaan Anak?
1. Bersikap adil kepada semua anak
Adil bukanlah memperlakukan anak-anak sama rata. Mereka adalah individu yang unik, maka perlakuan orang tua pun harus menyesuaikan karakter dan usia anak. Bersikap adil dalam hal ini berarti memberikan segala hal pada anak, baik lahir maupun batin, baik sikap maupun tindakan, sesuai porsinya. Tidak mudah menjadi adil karena hanya Allah Ta’ala yang Maha Adil, namun kita sebagai orang tua tetap bisa berusaha untuk meminimalisir kecemburuan antara anak.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah, dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu”. (HR. Bukhari: 2587)
2. Penuh kasih sayang memberi kecupan
Kecupan penuh kasih akung akan berpengaruh baik dalam menjaga perasaan anak dan bisa menenangkan anak saat mereka sedang marah.
Dari Abu Hurairah radiyallaahu’anhu, ia berkata, Al’Iqra’ bin Habis At-Tamimi pernah melihat Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam sedang mencium Hasan bin Ali (cucunya), lalu ia berkata, “Sungguh, aku memiliki sepuluh anak, namun aku tidak pernah mencium satu pun dari mereka”. Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka ia pun tidak akan diakungi”. (Muttafaqun ‘alaihi)
3. Belaian lembut
Mengusap kepala dapat menjadi salah satu bentuk kasih akung. Biasanya ada rasa tenang dan nyaman saat kepala diusap. Dari Anas radiyallaahu’anhu, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mengunjungi sahabat-sahabat Anshar di Madinah. Beliau memberi salam kepada anak-anak kecil mereka dan mengelus kepala mereka. (Shahih al-Jami’: 4947)
Selain itu bentuk perhatian lain untuk mengambil hati anak-anak adalah dengan mengusap pipi mereka dengan kedua tangan seperti yang dilakukan pula oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam.
4. Sambutan hangat
Salah satu upaya dalam menjaga perasaan anak adalah dengan memberikan sambutan hangat penuh cinta saat mengawali pertemuan dengan anak. Sambutan yang penuh kebaikan akan membuat mereka bahagia sehingga hati mereka terbuka dan selanjutnya lebih bisa menata dialog dari hati-ke hati.
5. Bermain dan bercanda dengan anak
Bermain dan bercanda dapat menumbuhkan bonding dengan anak dan mempererat hubungan batin. Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Sallam dahulu bercanda tawa, bermain, bergembira dengan anak-anak untuk menanamkan perasaan tulus ke dalam jiwa mereka agar terhindar dari sifat keras, kasar, dan arogan.
6. Hadiah
Siapa yang tidak suka diberi hadiah? Terlebih anak-anak. Perasaan senang saat mendapat hadiah baik untuk perkembangan jiwa anak dan ini menjadi pilar kokoh untuk membina dan mengarahkan perasaannya.
Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Saling memberi hadiahlah niscaya kalian saling mencintai”. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad : 594)
7. Menghindari mencela dan mencaci anak
Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Sallam sangat membenci perilaku orang tua yang sering mencela dan mencaci anak. Beliau selalu menerapkan metode penanaman jiwa pemalu, empati, dan perhatian serta mengikat mereka dengan akhlah yang mulia.
8. Memperhatikan permainan dan mainan anak
Dunia anak adalah dunia bermain. Permainan dapat memberikan kebahagiaan untuk anak dan menjadi media untuk orang tua dalam mendidik mereka. Dengan bermain Bersama anak, kita bisa mengajak mereka untuk memperluas pandangan dan pengetahuan karena banyak sekali hal yang dapat dipelajari sambal bermain.
Sudahkan Aku Menjaga Perasaan Anak?
Setelah mengikuti kajian Growing Umma, aku sadar betapa aku belum bisa menjaga perasaan anak. Contoh kecilnya saja, ketika tiba waktunya mandi. Aku mengajak anakku mandi pagi, membujuknya, menawarkan permainan yang bisa dilakukan sambil mandi, tapi ia tetap menolak. Yang ada dalam pikiranku adalah anak harus mandi karena aku harus melakukan pekerjaan lain setelah memandikannya. Kalau ia menolak, akan berpengaruh terhadap pekerjaanku yang lain dan aku tidak mau itu terjadi.
Padahal, mungkin saja ia merasa kedinginan sehingga tidak mau mandi. Mungkin saja ia masih ingin menyelesaikan permainannya tanpa gangguan. Atau mungkin tubuhnya sedang tidak merasa nyaman.
Terkadang aku lupa memvalidasi perasaan anak seperti itu. Aku lupa untuk menjaga perasaannya dan malah memaksakan kehendak. Alhamdulillah, aku bersyukur dengan mengikuti kajian "Orang Tua yang Menjaga Perasaan Anak", perlahan aku mencoba untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari kajian ini aku belajar, betapa pentingnya menjaga perasaan anak bagi tumbuh kembangnya. Betapa besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak. Betapa panutan kita, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sangat menjaga perasaan anak-anak.
Lalu, sudahkah Umma menjaga perasaan anak?
Post a Comment
Post a Comment