Assalamualaikum, Umma! Pernah dengar buku Don't Be Angry Mom? Saat pertama kemunculannya dulu di awal tahun 2019, buku ini langsung digandrungi banyak ibu dari setiap sudut Indonesia. Aku pribadi langsung jatuh hati karena judul bukunya :D
Ada sedikit perasaan khawatir, apakah aku akan dicaci maki oleh tulisan di buku ini karena aku sering marah-marah pada anakku? Atau apakah aku akan dibuat menangis tersedu setelah membaca buku ini? Hehehe..
Bicara soal emosi memang tak pernah sesederhana satu tambah satu sama dengan dua ya, Umm. Seringnya emosi menjadi sesuai yang sulit dikendalikan meski kita tahu emosi yang kita miliki adalah sesuatu yang negatif.
Marah pun bagian dari emosi, sama seperti bahagia, sedih, takut, dan khawatir. Tapi kenapa marah bisa sangat menyeramkan? Bagaimana seharusnya kita mengekspresikan marah kita? Yuk, kita sama-sama bedah buku Don't Be Angry Mom :)
Membedah Buku Don't Be Angry Mom (DBAM)
Identitas Buku
Judul Buku: Don't Be Angry Mom
Penulis: dr. Nurul Afifah
Ilustrasi: Renandini Danistha
ISBN: 978-602-51563-2-8
Penerbit: Penerbit Ikon
Tahun Terbit: April 2019 (Cetakan ke 4)
Halaman: 168 halaman
Ada satu warna yang mencolok dari buku ini, yaitu warna biru. Bukan hanya ada di bagian cover buku, warna biru juga selalu ada di setiap halaman sebagai highlighter kalimat-kalimat penting atau kutipan yang sayang jika dilewatkan :D
Isi Buku
Buku Don't Be Angry Mom terdiri dari 6 bab di mana setiap halamannya selalu menampilkan warna biru. Selain tulisannya yang sarat ilmu, buku ini juga melahirkan banyak kutipan baik yang ditulis oleh penulis sendiri maupun kutipan terkenal dari tokoh-tokoh besar.
So, this is it! Penjelasan dari setiap bab di buku Don't Be Angry Mom :)
1. For Parents: Salurkan Kemarahan dengan Benar
Bagian pertama ini akan membawa Umma mengenal lebih dekat emosi yang disebut marah. Ada beberapa teori tentang marah yang dipaparkan pada bagian ini, yaitu pengertian marah menurut Chaplin, Iman an-Nawawi, Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Imam Ghazali, dan Rasulullah.
Dari berbagai definisi marah yang dijelaskan di buku ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa marah adalah emosi yang wajar. Yang membuat marah menjadi emosi berbahaya adalah cara penyaluran marah tersebut. Di salah satu halamannya, buku ini menyinggung beberapa ekspresi marah dari berbagai belahan dunia.
Ternyata, senyuman adalah salah satu bentu ekspresi marah bagi orang Jawa dan Indonesia loh! Wah, jadi senyuman itu sungguh punya banyak arti ya, Umma :D Ada juga ekspresi marah lain yang menurutku cukup ekstrim seperti bunuh diri, kenakalan remaja dan perilaku agresi. Ekspresi marah yang berbeda-beda ini bisa dipengaruhi oleh lingkungan setempat.
Marah boleh, tapi gemar marah-marah jelas tidak boleh.
Itulah salah satu kutipan yang melekat dalam benakku saat membaca bab pertama ini. Dengan cara yang salah, marah yang sesungguhnya sebuah kewajaran dan bagian dari emosi yang dimiliki manusia bisa menjadi sesuatu yang sangat destruktif dan menyeramkan.
2. Ada Sebab, Ada Akibat: Penyebab Marah
Salah satu cara mencari penyelesaian dari sebuah masalah adalah mencari akar permasalahannya. Maka, bagian kedua buku Don't Be Angry Mom ini akan mengajak Umma merefleksikan apa-apa yang bisa menjadi pemicu marah.
Ada beberapa hal yang berpotensi memicu timbulnya kemarahan orang tua terhadap anak, di antaranya pemicu internal (fisik dan psikis) seperti kelelahan, lapar, mengantuk, mood swing, stress, takut, atau saat sedang terburu-buru. Ada juga pemicu eksternal seperti perilaku-perilaku anak yang dilakukan pada waktu yang tak tepat seperti tidak mau mandi, memberantakkan rumah, pilih-pilih baju, dan lain-lain.
Ekspektasi orang tua yang terlalu tinggi terhadap anak juga bisa menjadi pemicu marah, loh! Banyak orang tua yang menginginkan anak ideal, anak hebat seperti yang ada dalam bayangannya. Misal, anak tiga tahun diminta untuk bisa merapikan mainannya. Atau anak tiga tahun diminta untuk bisa ganti baju sendiri.
Daripada mencaci keadaan, alangkah baiknya turunkan standar, tarik napas dalam, berikan teladan untuk mereka.- Don't Be Angry Mom -
Beberapa orang tua memiliki persepsi bahwa salah satu cara mendisiplinkan anak adalah dengan marah. Padahal, marah sangat berbeda dengan tegas :)
3. Ada Sebab, Ada Akibat: Dampak Marah bagi Anak dan Orang tua
Meski kita selalu bisa minta maaf setelah marah, tapi dampaknya akan selalu mengikuti terutama jika kebiasaan marah itu terus diulangi. Baik bagi anak maupun orang tua, ada dampak fisik dan dampak psikis yang diakibatkan dari marah.
Kerusakan/ kematian sel-sel otak, jantung lelah, dyspepsia merupakan akibat fisik yang akan dialami oleh anak akibat kemarahan orang tua. Anak yang sering dibentak, diabaikan, dimarahi juga akan tumbuh menjadi pribadi penakut, pribadi yang tak percaya diri, introvert, depresi, prestasi belajar yang menurun, kesulitan menjadi pendengar yang baik, menjadi pribadi yang emosional, menurunnya kepercayaan anak kepada orang tua, dan membuat anak mencari pelampiasan untuk melarikan diri.
Bukan hanya berdampak buruk bagi fisik dan psikis anak, nyatanya kemarahan orang tua juga berbalik buruk bagi orang tua itu sendiri. Tekanan darah tinggi, serangan jantung, penurunan fungsi paru, stroke, sakit kepala, maag, sulit tidur, melemahnya kekebalan tubuh, stress, gangguan kecemasan, depresi, memudarkan kecantikan dan menimbulkan penuaan dini adalah beberapa contoh dampak fisik akibat kemarahan bagi orang tua.
Sebab, marah yang berlebihan justru bukan demi kebaikan, melainkan akibat bisikan setan yang kerap berujung dosa dan penyesalan.- Don't Be Angry Mom -
Saat hubungan orang tua dan anak sudah merenggang, maka turunkan ego kita dan introspeksi diri. Sudah baikkah kah kita sebagai orang tua? Sudah benarkah pola pengasuhan kita?
4. Kendali Marah
Bagian keempat dari buku Don't Be Angry Mom membali kendali marah ke dalam 3 bagian, yaitu kendali agar tidak mudah marah, kendali saat ingin marah, dan kendali saat kelepasan marah.
Salah satu cara kendali agar tidak mudah marah adalah dengan lebih banyak bersyukur dan bersabar. Fokuslah pada kelebihan agar kita bisa lebih banyak bersyukur. Anak kita bukannya ngeyel, Umma. Ia hanya punya inisiatif yang tinggi. Anak kita bukannya susah diatur, hanya saja jiwa kepemimpinannya mendominasi. Anak kita bukannya manja, hanya bonding anak dan kita yang sangat erat :)
Ada pula beberapa langkah kendali saat ingin marah, yaitu dengan menarik napas dalam-dalam, berhenti sejenak, mendengarkan suara hati anak, menghindari kekerasan, menurunkan ekspektasi, berwudhu, mengambil posisi yang lebih rendah (berdiri ke duduk atau duduk ke berbaring), dan membaca ta'awwudz.
Namun, jika kita sudah terlanjur marah, maka segeralah kendalikan diri sendiri, minta maaf, dan jangan memaksakan pembicaraan saat itu juga. Di bab ini juga diperkenalkan metode pukul rangkul sebagai tindakan recovery yang harus dilakukan orang tua saat sudah kelepasan marah pada anak.
5. Marah Pada Anak, Normalkah?
Setelah banyak membahas tentang kemarahan orang tua pada anak, kali ini giliran membahas emosi marah pada anak. Bagian kelima ini memaparkan marah seperti apa yang normal dan tidak normal pada balita, pada anak usia 5-12 tahun, hingga pada remaja.
Selain itu, di bab ini juga Umma akan lebih banyak belajar tentang penyebab marah pada anak dan cara meredam marah pada anak.
6. Cara Mendisiplinkan Anak
Akhirnya, buku ini ditutup dengan tulisan mengenai kedisiplinan. Kita akan seperti diingatkan kembali apa tujuan awal proses pendisiplinan, tahapan menerapkan disiplin, langkah menerapkan disiplin pada anak, cara mendisiplinkan bayi dan balita, juga kiat-kiat mendisiplinkan anak hingga remaja.
Perasaan yang Tertinggal Setelah Membaca Buku DBAM
Buku yang berlabel motivasi Islam ini nyatanya memberikan banyak sekali ilmu parenting. Wajarlah jika buku ini meraih prestasi sebagai Mega Bestseller. Buku ini berhasil membuatku tersedu di malam hari, menyesali emosi-emosi negatif yang pernah aku tunjukkan pada anakku.
Tapi buku ini juga membesarkan hatiku bahwa selalu ada jalan untuk memperbaiki yang sudah terjadi. Buku ini bisa menjawab kegelisahan para Umma yang selalu menguatkan tekad untuk bersabar tapi akhirnya sering kelepasan membentak juga. Buku ini mengajak pembacanya untuk mengelola emosi dengan cara yang lebih berseni, tanpa penjelasan yang menggurui atau menghakimi.
Umma yang sudah baca buku Don't Be Angry Mom juga, yuk berbagi cerita di kolom komentar perasaan-perasaan apa yang amat membekas bagi Umma setelah membaca buku ini :)
Post a Comment
Post a Comment