Assalamualaikum Umma, yuk kali ini kita belajar tentang toxic parenting menurut islam. Topik ini cukup hangat dibahas akhir-akhir ini ya, Um. Apa sih toxic parenting itu? Apakah perbedaan antara toxic parenting dan toxic parent? Lantas bagaimana toxic parenting menurut Islam? Simak ya, Um..
Toxic Parent VS Toxic Parenting
Toxic parent adalah orangtua yang melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti jiwa anak. sedangkan toxic parenting merupakan pola pengasuhannya. Jadi dalam arti lain, toxic parent adalah subjek yang melakukan tindakan toxic, yaitu otangtua. Sedangkan toxic parenting adalah predikat yang mengandung unsur toxic, yaitu pola pengasuhannya.Kata toxic sendiri memiliki arti racun. Racun sendiri berdasarkan Wikipedia adalah zat yang menyebabkan luka, sakit dan kematian. Dalam konteks ini, toxic parenting artinya orangtua yang memiliki sikap dan tindakan yang dapat menyebabkan luka, sakit sampai pada mengganggu psikologis anak dalam pengasuhannya.
Mengapa topik ini marak dibicarakan? Karena banyak sekali ditemukan anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga dengan kondisi orangtua yang kasar, semena-mena, serta ‘meracuni’ mental anak baik secara fisik maupun psikis. Apalagi dengan adanya pandemi ini, banyak orangtua yang psikologisnya tertekan akibat dampak yang ditimbulkan. Baik karena masalah ekonomi, stress menghadapi anak yang sekolah daring, dan lain sebagainya. Sehingga memicu dan mengakibatkan perilaku toxic tersebut.
Namun jangan salah, Um. Istilah toxic parents tidak hanya diperuntukkan bagi orangtua yang memiliki perilaku buruk serta melakukan tindakan-tindakan kasar secara fisik terhadap anak. Tapi juga berlaku untuk orang tua yang tanpa sadar melakukan kekerasan verbal yang merusak dan meracuni psikologis anak.
Apa saja sih ciri-ciri toxic parenting? Jangan-jangan selama ini kita termasuk dalam toxic parent ya, Um?
Ciri-ciri dari toxic parent:
- Terlalu mengontrol anak
- Kekerasan fisik dan verbal
- Kurang rasa empati dan egois
- Terlalu mengkritik anak
- Menggangu privasi anak
- Menganggap anak bertanggung jawab atas kebahagiaan orangtua
- Mengutamakan diri sendiri
- Tidak memperlakukan anak dengan baik
- Sulit mengendalikan emosi / reaftif secara emosional
- Sering menyalahkan anak
- Sering mempermalukan anak
- Merasa bersaing dengan anak
- Mengungkit apa yang telah dilakukan untuk anak
Nah, setelah itu dia ciri-ciri toxic parent yang kerap disebutkan. Lalu, bagaimana sih toxic parenting menurut islam?
Toxic Parenting Menurut Islam
Menurut Ustadz Bendri Jaisyurrahman dalam kajiannya bertema Toxic Parenting di kanal YouTube Rumil Al-Hilya menyebutkan bahwa, topik yang sedang hangat dibahas ini sering digunakan anak muda untuk melabeli atau melakukan upaya menjudge orangtuanya sebagai sosok yang toxic.Kesalahan mendasar sebagian kita, orangtua muda, dalam belajar ilmu parenting yaitu ketika kita membahas parenting kita lupa memposisikan diri, bahwa sejatinya kita belajar parenting harus memposisikan diri sebagai orangtua, baik sudah punya anak maupun belum. Jangan sekali-kali belajar parenting untuk engevaluasi orangtua kita, karena ini bertentangan dengan hakikat ilmu parenting itu sendiri.
“Kaidah belajar parenting tidak untuk memgevaluasi orangtua, namun untuk belajar untuk melakukan upaya lebih baik ketika menjadi orangtua”Menurut Ustadz Bendri Jaisyurrahman, toxic yang berarti racun tidak hanya sekedar tumpahan kata-kata yang dikaitkan dengan kemarahan, dikaitkan dengan al-hal buruk dan emosi-emosi negative. Namun toxic yang perlu diwaspadai adalah ketika orangtua tanpa sadar mengajarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam walau dalam pengasuhan yang baik.
Sangat mungkin orangtua tampak normal, tetap memberikan kebutuhan anak, tidak menyakiti secara fisik, mencintai anak sepenuhnya, serta menginginkan yang terbaik untuk anak. Namun, terdapat sikap dan perilaku orangtua yang menjadi ‘racun’ yang merusak fitrah anak dan jiwanya.
Ada 3 makna toxic parenting menurut Islam:
1. Orangtua tanpa sadar mengajarkan anak nilai-nilai yang bertentangan dengan syariat Islam, mengajarkan sesutau yang tidak Allah ridhoi yang disampaikan dengan cara lembut, halus dan bijak. Seolah-olah hal tersebut adalah baik, tapi justru hal tersebut merusak jiwa anak.Perlu diketahui bahwa tidak semua kelembutan dianggap sesuatu yang dibutuhkan anak dan tidak semua ketegasan dianggap toxic. Penting untuk orangtua belajar untuk bisa memahamai bagiamana sejatinya nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada anak, mulai dari tauhid, akhlak, adab, dll agar anak tahu bahwa perbuatan mana yang diperbolehkan dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Contohnya ya Um, ketika anak malu atau menolak untuk mengganti pakaian di satu ruangan yang sama dengan teman atau saudaranya (sama jenis kelamin) kemudian orangtua berkata “Ga usah malu, kan sama-sama perempuan/laki-laki” dengan nada lembut dan meyakinkan si anak bahwa perbuatan tersebut tidak apa-apa. Padahal seperti yang kita ketahui meski sesama jenis kita harus tetap menjaga pandangan dan aurat kita.
Pada kasus ini orangtua secara tidak sadar telah mengajarkan anak nila yang bertentangan dengan syariat Islam dan telah merusak fitrak seksualitas anak.
2. Orangtua yang memberikan kasih sayang berlebihan pada anak, baik berupa memberikan fasilitas dan kemewahan yang tidak disesuaikan dengan usia atau tumbuh kembang anak.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dengan kemajuan zaman dewasa ini, banyak sekali fasilitas dan teknologi canggih yang hadir ditengah-tengah kita. Salah satunya gadget, seperti smartphone, tablet atau laptop.
Karena kebanyakan balita di lingkunagn sekitar kita sudah familiar dengan gadget, maka sebagai orangtua tidak ingin anak ketinggalan zaman dan kudet alias kurang update, maka orangtua dengan bangga memberikan fasilitas gadget pada anak balitanya. Padahal banyak penelitian yang menyebutkan bahwa anak di bawah umur (usia 0-6 tahun) tidak boleh terpapar gadget karena bisa mempengaruhi kinerja otak.
Kerja otak anak di usia tersebut bekerja sangat pesat, itu sebabnya anak usia 0-6 tahun disebut dengan periode emas atau golden age. Namun, relalitanya fenomena ini tidak asing ya Umma? Kebanyakan balita sudah terpapar gadget.
3. Kemarahan orangtua yang merusak jiwa anak, seperti berkata-kata kasar, marah dengan ekpresi mata melotot, tangan memukul anak, dll. Poin ketiga ini sepertinya banyak dibahas pada tema toxic parent kebanyakan ya, Umma? Seperti ciri-ciri toxic parent yang sudah disebutkan di atas.
Nah, itu tadi ketiga poin toxic parenting menurut Islam yang dijelaskan oleh Ustadz Bendri Jaisyurrahman. Yang perlu diperhatikan dan sering dilewatkan adalah poin pertama dan kedua. Dibungkus dengan sikap yang lembut, kata-kata yang halus, tidak menyakiti dan tidak ada kekerasan, namun sebenarnya tanpa disadari telah merusak jiwa anak. Na’udzubillah..
Semoga kita sebagai orangtua tidak malas belajar sehinga paham apa yang harus dilakukan dan tidak termasuk yang melakukan toxic parenting menurut Islam tersebut. Aaamin..
Semuanya sangat complicated sebenarnya ya, Mbak kalau ngomongin ttg org tua, eh tapi ini lbj ditujukan ke kita-kita sih ya swmoga bs belajar buat menjadi org tua lbh baik.
ReplyDeleteMasih terus memperbaiki diri karena dari 13 ciri di atas - disengaja atau tidak - saya lakukan terhadap anak saya. Namun, no body is perfect kan, sebagai orang tua harus terus belajar dan mengoreksi diri supaya menjadi versi terbaik dari diri kita, terbebas dari label toxic parent.
ReplyDeletebagus tulisannya
ReplyDeletebanyak ortu yang gak menyadari sudah menjadi toxic parent
Gak ada sekolah untuk parent, karena itu setiap parent harus selalu belajar bagaimana cara menjadi parent yang baik
Wah, jujur nih saya termasuk orang yang gak sepakat menggap pendidikan ortu kita itu "toxic parent" atau "toxic parenting" karena kadang mungkin banyak faktor yang melandasi mereka (ortu) kurang sependapat dengan kita sebagai anak. Orang tua dengan pendidikan rendah tentu akan berbeda cara pengasuhan dengan ortu berpendidikan tinggi, jadi ini tentunya akan berpengaruh dg cara asuh dan pola pikir mereka. Ortu pastinya ingin yang terbaik untuk anaknya, jadi tak baik jika masih beranggapan bahwa ada "toxic parent".
ReplyDeletesaya juga sepakat sih pak. karena biasanya memang ada latar belakang yang menyebabkan orang tua bertindak demikian ke anak-anaknya, dan ini juga bisa jadi karena informasi yang diterima dan budaya yang masih melekat di sana
DeleteArtikel sarat makna ini menjadi pengingat yang baik untukku pribadi. Semoga kita semua terhindar dari menjadi toxic parent. Terima kasih sudah berbagi :)
ReplyDeleteMateri ini yang sejak 3 bulan lalu masuk di blog-plan ku... Makasih ya bu, sudah menginspirasi dan membuka wawasan... Artikelnya renyah, enak dibaca
ReplyDeleteMasya Allah, bagus nih tulisannya. Sebagai orang tua, sampai anak-anak beranjak dewasa pun, masih terus belajar. Semoga kami bukan toxic parenting, kasihan kalo anak-anak memiliki orang tua dengan karakter begini. Kita mesti lebih banyak introspeksi misalkan menemukan masalah dalam berkomunikasi dnegan anak-anak
ReplyDeleteaku jadi pingin ikutan kajiannya ustad bedri. Selama ini setiap kali jadwal kajian ustad badri datang selalu bentrok dengan kajian ustad lain. jadi aku skip kajiannya ustad bedri. Bagus banget ini isi kajian ustad bedri yang ditulis di artikel ini. makasih ya Um udah berbagi, jadi meski nggak ikut kajiannya serasa ikut kajiannya.
ReplyDeletewah mbak Shandy nulisnya makin kece
ReplyDeletemakasih ya mbak sharing ini, jadi pengingat agar tidak jadi toxic parents buat anak anakku
Adududududh semoga kita ga termasuk dalam kategori toxic parent ya :) Ngeriiiii ih, eh tapi kadang kita sebagai orang tua juga bisa melakukan kesalahan tanpa disadari atau bahkan disadari hhmmm... Thanks artikelnya bisa menjadi reminder buat kita semua.
ReplyDeletePengasuhan dan toxic hal baru dalam parenting, semakin banyak membaca semakin dapat referensi pengasuhan
ReplyDeleteMakasih mba, aku jadi banyak belajar nih meski belum ada anak tapi banyak keponakan yang aku tuh juga kudu ati-ati mengasuhnya
ReplyDeleteJadi banyak belajar nih sambil merenung sebanyak apa toxic (yang tanpa kami sadari) muncul dalam pola pengasuhan pada anak-anak. Sering marah tapi alhamdulillah gak sampe mukul. Terimakasih sharingnya ya
ReplyDeleteKalau dulu banyak orang tua yang tidak pernah mengaku toxic tapi sekarang toxic parenting nyata adanya dan bebas didiskusikan spya ada jalan keluarya
ReplyDeleteJazakillah remindernya Umm. Toxic parenting ini apa bisa dipengaruhi mungkin karena ada luka pengasuhan yang lalu?
ReplyDeleteDoakan, semoga saya bisa menjadi orang tua yang amanah dengan titipan Allah.
Toxic parent ini memang ada di sekitar kita ya makanya sebagai orang tua harus tau apa-apa saja yang dibutuhkan oleh anak dan jangan sampai menjadi bagian toxic parent tersebut.
ReplyDeleteSedih kalau baca ini. Merasa pernah jadi toxic parent banget aku :(
ReplyDeleteSemoga orang tua masa kini akan jauh lebih baik dibandingkan dengan model parent dan tipe parenting orang tua jaman dulu, ya, Mba. Apalagi untuk kids jaman now which is anak-anak generasi alpha. Pola pengasuhan mereka ini sudah jauh banget berubah, baik dari teaching approachnya, mau pun parenting approachnya.
ReplyDeletetoxic parenting ini bikin miris yah, saya kadang suka cek apakah sya termasuk ke dalamnya huhuh. semoga bisa menjadi orang tua yang lebih baik lagi
ReplyDeletengeri juga ya toxic parenting, cukuplah nonton ala sinetron aja, enggak mau deh mengalami di dunia nyata. Bahaya banget toxic parenting ini. Anak jadi tertekan dan hubungan dengan ortu enggak harmonis. Bahaya kalau sampai menikah dan punya anak akan berulang deh toxic parenting -nya.
ReplyDeleteSecara gak sadar, banyak banget ortu yg toxic, apalagi ortu zaman.
ReplyDelete